Posted by : Luminous corporation
Selasa, 22 November 2016
Ngelem, atau mengisap lem menjadi trend terbaru dikalangan remaja
sekarang hanya sekedar untuk sensasi tanpa arti dan tujuan yang jelas.
Lem menjadi alternative penganti sabu-sabu, ekstasi, heroin, ganja dll yang
harganya relaitif mahal dan tidak terjangkau anak-anak atau remaja seusia SD, SMP
dan SMA yang masih netek dengan orang tuanya dalam hal biaya. Pada hal
dampak ngelem tersebut sangat besar baik terhadap anak yang ngelem
tersebut maupun terhdapan lingkungan social dan budaya.
Anak-anak jalanan pasti mengenal istilah ngelem, yakni menghirup uap
lem hingga mabuk. Efeknya hampir mirip dengan jenis narkoba yang lain
yakni menyebabkan halusinasi, sensasi melayang-layang dan rasa tenang
sesaat meski kadang efeknya bisa bertahan hingga 5 jam sesudahnya.
Karena keasyikan ngelem ini kadang-kadang tidak merasa lapar meski sudah
jamnya makan.
Sama seperti narkoba pada umumnya, efek ngelem akan menyerang susunan
saraf di otak sehingga bisa menyebabkan kecanduan. Dalam jangka panjang
bisa menyebabkan kerusakan otak sementara dalam jangka pendek risikonya
adalah kematian mendadak (Sudden Sniffing Death).
Bukan hanya lem, beberapa produk rumah tangga yang mudah menguap
(volatile) seperti penghapis cat kuku juga bisa disalahgunakan untuk
mabuk-mabukan. Dalam daftar bahan berbahaya, produk-produk tersebut
dimasukkan dalam kategori inhalant. Salah satu komponen dalam inhalant
yang berbahaya adalah pelarut solvent, yakni cairan yang dalam suhu
ruangan mudah sekali menguap. Cairan ini umumnya dipakai sebagai pelarut
dalam pengencer cat minyak (thinner), bensin, lem dan liquid papper
(tipe-ex).
Ketika terhirup, uap pelarut (solven) ini hanya membutuhkan waktu
yang singkat untuk mencapai kadar toksik atau beracun. Sistem organ yang
diserang adalah otak dan saraf, khususnya yang berhubungan dengan
jantung dan pernapasan.
Dikutip dari Kidshealth.org, Jumat (14/1/2011), efek jangka pendek yang dirasakan saat menghirup uap solven meliputi gejala-gejala sebagai berikut:
1. Denyut jantung meningkat;
2. Mual-muntah;
3. Halusinasi/ngayal/penghayal;
4. Mati rasa atau hilang kesadaran;
5. Susah bicara atau cadel;
6. Kehilangan koordinasi gerak tubuh.
1. Denyut jantung meningkat;
2. Mual-muntah;
3. Halusinasi/ngayal/penghayal;
4. Mati rasa atau hilang kesadaran;
5. Susah bicara atau cadel;
6. Kehilangan koordinasi gerak tubuh.
Karena uap solven tersebut bisa terakumulasi di jaringan tubuh, dalam
jangka panjang jika terhirup terus menerus bisa memberikan efek jangka
panjang. Di antaranya adalah sebagai berikut:
1. Kerusakan otak (bervariasi, mulai dari cepat pikun, parkinson dan kesulitan mempelajari sesuatu);
2. Otot melemah;
3. Depresi /stress/gila;
4. Sakit kepala dan mimisan;
5. Kerusakan saraf yang memicu hilangnya kemampuan mencium bau dan mendengar suara.
1. Kerusakan otak (bervariasi, mulai dari cepat pikun, parkinson dan kesulitan mempelajari sesuatu);
2. Otot melemah;
3. Depresi /stress/gila;
4. Sakit kepala dan mimisan;
5. Kerusakan saraf yang memicu hilangnya kemampuan mencium bau dan mendengar suara.
Meski hanya dihirup sekali, efeknya juga bisa fatal jika telah melewati
ambang batas yang bisa ditoleransi oleh tubuh. Uap lem dan thinner bisa
membunuh dalam seketika dengan mekanisme sebagai berikut.
1. Sudden Sniffing Death
Kematian mendadak saat menghirup uap pelarut umumnya disebabkan oleh sabotase fungsi jantung. Gejala awalnya adalah denyut nadi meningkat dan tidak teratur, lalu tak lama kemudian berhenti untuk selamanya.
Kematian mendadak saat menghirup uap pelarut umumnya disebabkan oleh sabotase fungsi jantung. Gejala awalnya adalah denyut nadi meningkat dan tidak teratur, lalu tak lama kemudian berhenti untuk selamanya.
2. Asphyxia
Uap solven juga bisa mengikat oksigen di sistem pernapasan dan memicu asphyxia atau kekurangan suplai oksigen ke jaringan otak.
Uap solven juga bisa mengikat oksigen di sistem pernapasan dan memicu asphyxia atau kekurangan suplai oksigen ke jaringan otak.
3. Sesak napas
Di kalangan anak jalanan, aktivitas ngelem sering dilakukan dengan kepala ditutup tas plastik agar uap tidak menyebar ke mana-mana. Ketika tubuh sudah terpengaruh uap pelarut, si anak jalanan tidak bisa melepas sendiri plastik penutup tersebut dan akan mati lemas jika tidak ada temannya yang menolong.
Di kalangan anak jalanan, aktivitas ngelem sering dilakukan dengan kepala ditutup tas plastik agar uap tidak menyebar ke mana-mana. Ketika tubuh sudah terpengaruh uap pelarut, si anak jalanan tidak bisa melepas sendiri plastik penutup tersebut dan akan mati lemas jika tidak ada temannya yang menolong.
4. Bunuh diri
Depresi dan halusinasi merupakan dampak serius dari uap solven. Dampak ini bisa membunuh seseorang jika orang itu kemudian tergerak untuk melakukan bunuh diri dalam kondisi kejiwaan yang sedang kacau.
Depresi dan halusinasi merupakan dampak serius dari uap solven. Dampak ini bisa membunuh seseorang jika orang itu kemudian tergerak untuk melakukan bunuh diri dalam kondisi kejiwaan yang sedang kacau.
Faktor-faktor yang mendasari anak jalanan atau anak-anak umumnya melakukan kebiasaan ngelem ini, antara lain:
1. Ngelem menjadi sarana pelarian terhadap adanya gangguan karakter pada diri anak, seperti marah, suntuk, kesal dan lain sebagainya;
2. Ngelem dapat membuktikan seorang anak diterima dalam pergaulan ataupun komunitas dimana seorang anak jalanan yang tidak ngelem akan dijuluki pengecut atau tidak gaul, dan juga adanya tekanan sosialkultural seperti bangga bila ngelem;
3. Secara fisik, ngelem memungkinkan untuk menghilangkan rasa lapar, kelelahan dan juga rasa sakit terhadap penyakit yang dideritanya. Sedangkan secara psikis, ngelem dapat menghilangkan rasa cemas, depresi dan stress menghadapi faktor social;
4. Ngelem juga merupakan perwujudan dari sifat-sifat penyimpangan dari norma-norma sosial yang ada;
5. Kurangnya perhatian, bimbingan serta arahan dari orang tua, lingkungan dan lembaga2 yang berkompeten terhadap anak yang ngelem;
6. Lemahnya pendidikan karakter dan system yang berlaku, baik dilingkungan keluarga, sekolah dan lingkungan masyarakat serta perhatian serius pihak-pihak yang berkompeten.
1. Ngelem menjadi sarana pelarian terhadap adanya gangguan karakter pada diri anak, seperti marah, suntuk, kesal dan lain sebagainya;
2. Ngelem dapat membuktikan seorang anak diterima dalam pergaulan ataupun komunitas dimana seorang anak jalanan yang tidak ngelem akan dijuluki pengecut atau tidak gaul, dan juga adanya tekanan sosialkultural seperti bangga bila ngelem;
3. Secara fisik, ngelem memungkinkan untuk menghilangkan rasa lapar, kelelahan dan juga rasa sakit terhadap penyakit yang dideritanya. Sedangkan secara psikis, ngelem dapat menghilangkan rasa cemas, depresi dan stress menghadapi faktor social;
4. Ngelem juga merupakan perwujudan dari sifat-sifat penyimpangan dari norma-norma sosial yang ada;
5. Kurangnya perhatian, bimbingan serta arahan dari orang tua, lingkungan dan lembaga2 yang berkompeten terhadap anak yang ngelem;
6. Lemahnya pendidikan karakter dan system yang berlaku, baik dilingkungan keluarga, sekolah dan lingkungan masyarakat serta perhatian serius pihak-pihak yang berkompeten.
Sebagai orang yang sadar dan berpikir jernih tentu kita miris melihat
dan mendengar dampak negative dari ngelem tersebut. Bahkan bahaya
ngelem lebih dahsyat lagi disbanding minum-minuman. Pertanyaannya,
kemena orang tua mereka? Orang tua yang bang UT maksud disini bukan
hanya orang tua kandung atau sanak familinya saja, tetapi termasuk
masayarakat, lembaga pendidik, pihak yang berwajib atau pemerintah serta
pihak-pihak yang berkompeten lainnya, termasuk toko penjual lem yang
tidak selektif dan peka terhadap kondisi social yang berkembang
dilingkungannya.
Benar, jika tidak arif dalam menyikapi arus modorenisasi maka akan
membuat seseorang terjerumus kedalam kebebasan yang salah makna. Membuat
seseorang menjadi matrelaistis, skuler, kapiltalis, apatis (masa bodoh)
dan sebangsanya. Di era globalisasi saat ini yang ditandai dengan
kemajuan teknologi dan arus komunikasi yang begitu pesat, ternya banyak
juga mencetak kader bangsa yang berpikir praghmatis dan instans dalam
bertindak.
Kembali ketanggung jawab kita sebagai orang tua. Tanggung jawab
terhadap generasi ini bukan hanya menjadi tanggung jawab orang tua anak
semata, namun menjadi tanggung jawab kita semua, semau pihak. Suatu
contoh yang sering kita jumpai, misalnya kita menemukan kasus ada anak
membeli lem di toko tertentu sementara pemilik toko tersebut mengetahui
bahwa anak tersebut membeli lem saban hari bukan untuk ngelem barang
yang rusak tapi untuk dia ngelem/mabuk, tapi tuan toko tersebut
mendiamkan saja sebab secara bisnis ia untung karena dalam sebulan
puluhan kotak/dus/ratusan kaleng lem di tokonya habis terjual. Jangan
salah. Jika hal tersebut terus kita biarkan maka akan menyeret anak
kita, cucu kita, keluarga kita atau orang2 terdekat dan orang2 yang kita
sayangi ke dalam lingkungannya. Mengapa demikian? Kerena kita tidak
akan mungkin mampu memantau anak kita setiap hari jika ia keluar rumah
dengan alasan ini-itu, lingkungan social sangat berpenguruh besar
terhadap perkembangan/pembentukan karakter anak-anak/remaja. Apabila
anak-anak kita dominan bergaul di dalam lingkungan yang tidak sehat maka
ia pun akan terbentuk dalam lingkungan tersebut. Kita perlu bantuan
orang lain untuk membimbing dan mengarahkan anak-anak kita. Jangan mudah
tersinggung atau mengambil hati pada saat orang lain menasehati anak
kita. Sikap orang tau yang selalu membela anaknya maka akan
membuat/membentuk karakter anaknya menjadi manja dan cenderung
mengulangi kesalahan yang sama. Bukankah mencegah lebih baik daripada
mengobati?
Untuk mengatasi masalah tersebut di atas, ada beberapa solusi yang bisa bang UT tawarkan buat kita semua, antara lain:
1. Perbesar Peran Orang Tua
Banyak pakar Islam mengatakan, madrasah (sekolah) pertama bagi anak-anak adalah lingkungan keluarga. Sebagai madrasah informal peran orang tua sangat besar pengaruhnya terdap perkembagan dan pembentukan karakter anak, sebab usia dini adalah masa keemasan bagi dunia anak-anak, sebab sebagian besar waktunya bersama lingkungan keluarga/orang tuanya. Jika pendidikan di dalam lingkungan keluarga itu berfungsi dengan baik, maka insya Allah itu akan membekas ketika anak tersebut menjelang remaja dan dewasa. Kerana orang tua yang baik akan mencetak kader masyarakat/bangsa yang baik juga.
Banyak pakar Islam mengatakan, madrasah (sekolah) pertama bagi anak-anak adalah lingkungan keluarga. Sebagai madrasah informal peran orang tua sangat besar pengaruhnya terdap perkembagan dan pembentukan karakter anak, sebab usia dini adalah masa keemasan bagi dunia anak-anak, sebab sebagian besar waktunya bersama lingkungan keluarga/orang tuanya. Jika pendidikan di dalam lingkungan keluarga itu berfungsi dengan baik, maka insya Allah itu akan membekas ketika anak tersebut menjelang remaja dan dewasa. Kerana orang tua yang baik akan mencetak kader masyarakat/bangsa yang baik juga.
Masa keemasan (usia dini) adalah masa yang efektif dalam pembentukan
karakter seseorang, sebab anak tesebut belum terkontaminasi dengan
hal-hal negative lainnya, 200 juta sel otak anak akan mengesave
informasi dan sugesti postitif yang kita ajarkan/contohkan, kita bimbing
dan kita bina saban hari. Ibarat kaset yang amsih kosong, maka otak
anak akan merekam hal-hal positif yang kita sampaikan, terutama
pendidikan dasar yang paling penting dilingkungan keluarga ialah aqidah
dan akhlaq. Keteladanan orang tua dalam hal ini tentu sangat penting.
Jangan kita menyuruh anak melakukan sesuatu sementara kita sendiri tidak
melakukan itu. Ini tentu contoh yang tidak baik. Orang tua jangan cuma
bisa memberikan contoh kepada anak-anaknya, namun harus menjadi contoh
abgi mereka.
Peran orang tua tidak cukup pada saat anak berusia dini saja. Ketika
anak menjelang remaja/dewasa tugas dan tanggung jawab orang tua tentu
bertambah berat. Orang tua harus memahami psikologi anak, harus menjadi
teman yang baik buat anak-anaknya, harus selalu memantau dan mengetahui
perkebangan anaknya, dengan catatan tidak mengekang ia untuk berkarya
atau berbuat baik untuk orang lain/lingkungannya. Tanamkan karakter yang
kuat pada diri anak kita sedini mungkin. Buatlah aturan nonformal yang
layak dan wajib dijalankan seluruh anggota keluarga, siapa saja yang
melanggar aturan tersebut maka harus mendapat sanksi sama, tak
terkecuali orang tua (ibu/bapak). Inilah keteladanan/kedisplinan yang
kadang terabaikan dalam lingkungan keluarga.
2. Peran Lembaga Pendidikan
Setelah lingkungan keluarga, lingkungan pendidikan memilki peranan yang sanagt stratgis, baik formal maupun nonformal, karena lingkungan pendidikan merupakan kelanjutan dari lingkungan keluarga. Lembaga pendidikan harus peka terhadap perkebangan dan kondisi lingkungan dan anak. Bimbingan koseling dan pendidikan karakter merupakan keniscayaan yang mesti dilakukan setiap sekolah. Pendidikan forma yang hanya mengejar nilai, prestasi dan kurikulum pendidikan maka sekolah tersebut cenderung melupakan pendidikan karakter bagi anak didiknya, sebab ia berpacu dengan waktu dan prestasi yang bersifat tidak permanen.
Setelah lingkungan keluarga, lingkungan pendidikan memilki peranan yang sanagt stratgis, baik formal maupun nonformal, karena lingkungan pendidikan merupakan kelanjutan dari lingkungan keluarga. Lembaga pendidikan harus peka terhadap perkebangan dan kondisi lingkungan dan anak. Bimbingan koseling dan pendidikan karakter merupakan keniscayaan yang mesti dilakukan setiap sekolah. Pendidikan forma yang hanya mengejar nilai, prestasi dan kurikulum pendidikan maka sekolah tersebut cenderung melupakan pendidikan karakter bagi anak didiknya, sebab ia berpacu dengan waktu dan prestasi yang bersifat tidak permanen.
Kerena merupakan kelanjutan dari pendidikan keluarga dan perwakilan
keluarga, sekolah (guru) harus benar2 menjadi orang tua yang baik buat
anak didiknya, sebab anda (guru) digaji Negara untuk melakukan tugas
tersebut, tidak hanya mengajar anak menjadi pandai namun wajib membimbing dan membinanya.
Guru yang baik tentu ia peduli dengan anak didiknya bukan pada saat
dilingkungan sekolah saja, namun pemantauannya termasuk di dalam
lingkungan social/masyarakat. Guru yang hanya peduli dengan anak pada
saat di sekolah saja, itulah guru yang hanya memikirkan/menunggu gaji
dan tunjangan profesinya saja. Pada hal, masa depan generasi ini
termasuk ditangan guru guja, sebab guru adalah pencetak genarasi penerus
bangsa.Negara membayar anda dan jaminan masa depan anda untuk
melaksanakan tugas tersebut. Profesionalitas anda sebagai guru karena
anda memiliki hak istimewa yang tidak dimiliki orang awam atau disiplin
ilmu lainnya. Oleh karena itu, profesionalitas itu akan lebih
professional jika anda menyadari bahwa itu profesi anda dan menjadi
bagian dari tanggung jawab serta hak hidup anda.
Perlu keterpaduan antara orang tua, sekolah dan masyarakat dalam
membimbing dan membina anak, sehingga tujuan pendidikan insya Allah bisa
terwujud dengan baik, bukan hanya untuk mencerdaskan kehidupan bangsa
tetapi yang paling utama ialah membentuk karakter anak bangsa yang
tangguh, beriman, bertakwa dan berakhlak mulia. Kepedulian guru terhadap
lingkungan hari ini merupakan kemajuan yang patut diapresiasi. Namun
sayang itu hanya mampi.
Dan sebaliknya, ketika guru memberikan sanksi yang wajar terhadap
anak didiknya yang melakukan kesalahan, sebagai orang tua yang bijak
jangan memvonis guru/sekolah tersebut salah dulu, namun kita harus
berkoordinasi dengan pihak sekolah, seldidki kebenaran tersebut sehingga
kita tidak main asal menyalahkan . Guru tidak akan memberikan sanksi
kepada anak didiknya tanpa kesalahan yang jelas. Dan ingat, sebagai
orang tua anda telah menyerahkan anak anda untuk diajar, dididik dan
dibimbing guru di sekolah, karena itu anda juga harus siap menerima
konsekuensi dan aturan sekolah bukan? Anda bisa bayangkan, rumah tangga
anda saja jika tanpa aturan maka akan kacau bukan? Apa lagi sekokah,
lingkungan masyarakat atau Negara. Perlu juga kita pahami bahwa waktu
anak kita disekolah terbatas, tidak sampai 1 hari, namun dilingkungan
keluarga dan masyarakatlah waktu itu tersedia lebih banyak dibanding
dilingkungan pendidikan. Tak jarang orang2 mengatakan, prilaku yang
tidak baik yang ditunjukan anak diluar rumahnya adalah cermin yang tidak
baik dalam lingkungan kelurganya.
3. Peran Lingkungan Sosial
Seperti yang bang UT sampaikan di atas, pengaruh social sangat besar efek positif atau negatifnya terhadap anak. Hal tersebut tentu tergantung dari kondisi lingkungan social dimana anak tersebut itu lahir, tumbuh dan besar. Jika lingkungan sosialnya baik maka akan baik juga anak tersebut, namum bisa sebaliknya.
Seperti yang bang UT sampaikan di atas, pengaruh social sangat besar efek positif atau negatifnya terhadap anak. Hal tersebut tentu tergantung dari kondisi lingkungan social dimana anak tersebut itu lahir, tumbuh dan besar. Jika lingkungan sosialnya baik maka akan baik juga anak tersebut, namum bisa sebaliknya.
Jika kebanyakan orang/masyarakat suatu lingkungan seperti yang dilakukan
pemilik toko penjual lem di atas (masa bodoh/apatis), atau setiap
orang/anggota masyaraka tidak peduli ketika melihat anak dibawah
umur/remaja melakukan tidakan amoral (ngelem, mabuk-mabukan,
merokok,nyabu dll) karena merasa bukan anaknya, atau sebagian orang
tau/masyarakat tidak menerima ketika orang lain memberikan bimbingan,
masukan dan teguran terhadap anak-anaknya maka ini pertanda kehancuran
bagi suatu kaum/negeri tersebut. Dan ingat, jika kita membiarkan anak
orang lain melakukan hal-hal yang tak lazim buat usianya/tindakan
amoral, maka tunggulah saatnya anak tersebut akan menyeret anak kita,
cucu kita, family kita serta orang2 yang kita cintai masuk kedalam
lingkung pergaulannya.
Tanamkan dibenak kita sebagai orang tua bahwa kita memerlukan orang
lain untuk dapat memantau, mengajar, membimbing dan dan mendidika anak
kita. Jagan penah mengambil kesimpulan negative pada saat orang lain
menyampaikan informasi negative tentang anak kita diluar lingkungan
rumah kita, sebagai orang tua yang bijak tentu kita harus menyelidiki
informasi yang disampaikan orang tersebut sebelum membuat
kesimpulan/keputusan bahwa anak kita tersebut benar/salah, bukan orang
tersebut yang disalahkan atau kita balik menuduh dia memfitnah anak kita
melakukan hal-hal negative. Apapun status social anda, jangan malu
mengatakan anak anda salah jika ia benar2 salah, sebab pembenaran anda
terhadap anak anda yang salah maka akan membuat/membentuk karakternya
menjadi manja dan cenderung melakukan kembali hal yang salah/negative
tersebut.
Kerjasama antar orang tua/anggota masyarakat sangat penting dan besar
manfaatnya dalam proses pemebentukan karakter anak, tanpa hal tersebut
yakinlah, sebaik apapun pendidikan dalam lingkungan keluarga dan sekolah
maka akan timpang jika tidak didukung seluruh anggota masyarakat/orang
tua. Lingkungan social memberikan dapat yang lebih besar lagi terhadap
perkembangan anak, sebab anak/remaja kadang lebih banyak berinteraksi
dilingkungan ini.
4. Peran Pemerintah/Pihak Berwenang
Kadang aneh juga, ketika mendapat laporan dari masyarakat tentang keberadaan anak yang ngelem polisi tidak langsung bergerak dengan alasan buktinya tidak kuat dan takut orang tuanya tidak terima jika anaknya harus berurusan dengan polisi. Masyarakat awam mungkin berpikir demikian, dan itu tugas kita bersama untuk memberikan arahan/penyuluhan agar masyarakat mengerti. Sebagai abdi Negara, tentu profesionalitas anda sebagai aparat penegak hukum (polisi) tentu lebih dan mengerti dalam mengangani kasus hukum apapun dibanding masyarakat awam.
Kadang aneh juga, ketika mendapat laporan dari masyarakat tentang keberadaan anak yang ngelem polisi tidak langsung bergerak dengan alasan buktinya tidak kuat dan takut orang tuanya tidak terima jika anaknya harus berurusan dengan polisi. Masyarakat awam mungkin berpikir demikian, dan itu tugas kita bersama untuk memberikan arahan/penyuluhan agar masyarakat mengerti. Sebagai abdi Negara, tentu profesionalitas anda sebagai aparat penegak hukum (polisi) tentu lebih dan mengerti dalam mengangani kasus hukum apapun dibanding masyarakat awam.
Sebagai aparat penegak hukum, tentu ada kewajiban anda juga melakukan
pembinaan/penyuluhan terhadap anak2/remaja yang ngelem atau melakukan
tindakan yang bertentangan dengan norma hukum, dan tentunya dengan
bekerjasama dengan masyarakat/pihak-pihak lain yang berkompeten.
Kemudian peren pemerintah secara umum masih dirasakan sangat minim.
Mungkin akibat pemerintah/pejabat sibuk dengan agenda politiknya, atau
mengurusi proyek2 silumannya dan/atau sibuk dengan urusan perjalanan
dinas yang tak membawa efek positif bagi daerahnya, sehingga urusan yang
menjadi tanggung jawabnya terhadap masyarakatnya
terbengkalai/terabaikan.
Dengan bergulirnya otonomi daerah sejak 1998 yang lalu, tentu setiap
daerah memiliki otoritas untuk memgurus dan mengatur rakyatnya, termasuk
menetapkan peraturan untuk menertibkan hal-hal yang berhubungan dengan
Pekat (Penyakit Masyarakat) seperti ngobat, mabuk, judi, ngelem dll.
Namun sayang, boro2 pemerintah daerah memikirkan itu, ngurus dirinya
sendiri saja tak cukup waktu. Ternyata pemekaran daerah itu tak lebih
hanya sekedar membentuk raja2 kecil di daerah.
5. Peran Alim Ulama
Satu hal yang kadang terabaikan juga, peran alim ulama, ustadz, ustadzah atau guru agama lainnya. Sebagai pewaris nabi, tugas dab tanggung jawab ulama tentunya menyampaikan kebaikan dan memberikan pencerahan baik kepada masyarakat maupun pemerintah (umara’). Lembaga keagamaan yang ada tentu memiliki peran yang sangat penting dalam membentuk karakter anak dan genarasi yang memiliki imtaq, iptek dan akhlak. Namun lagi-lagi, keberadaan lembaga agama kurang mendapatkan perhatian serius dari pemerintah, sebut saja madrasah/pesantren. Pada hal sejarah mencatat, madrasah/pesantren telah terbukti membentuk karakter dan genarasi yang tangguh jauh sebelum kemerdekaan Indonesia dikumandangkan 17 Agustus 1945. Dari pesantren pula lahir kader2 mujahid/pahlawan nasional dan tentara nasional serta orang2 hebat sebagai pejuang bangsa. Namun kondisi lembaga tersebut tak ubah Kerakap di Atas Batu, Hidup Segan Mati tak Mau. Pemerintah lebih senang membangun dan membina sekolah skuler dibanding sekolah keagamaan. Karena itu tak heran masyarakat kita dan Indonesia umumnya terhipnotis dengan paham Spilis (Skularisme, Pluralisme dan Liberalisme)
Satu hal yang kadang terabaikan juga, peran alim ulama, ustadz, ustadzah atau guru agama lainnya. Sebagai pewaris nabi, tugas dab tanggung jawab ulama tentunya menyampaikan kebaikan dan memberikan pencerahan baik kepada masyarakat maupun pemerintah (umara’). Lembaga keagamaan yang ada tentu memiliki peran yang sangat penting dalam membentuk karakter anak dan genarasi yang memiliki imtaq, iptek dan akhlak. Namun lagi-lagi, keberadaan lembaga agama kurang mendapatkan perhatian serius dari pemerintah, sebut saja madrasah/pesantren. Pada hal sejarah mencatat, madrasah/pesantren telah terbukti membentuk karakter dan genarasi yang tangguh jauh sebelum kemerdekaan Indonesia dikumandangkan 17 Agustus 1945. Dari pesantren pula lahir kader2 mujahid/pahlawan nasional dan tentara nasional serta orang2 hebat sebagai pejuang bangsa. Namun kondisi lembaga tersebut tak ubah Kerakap di Atas Batu, Hidup Segan Mati tak Mau. Pemerintah lebih senang membangun dan membina sekolah skuler dibanding sekolah keagamaan. Karena itu tak heran masyarakat kita dan Indonesia umumnya terhipnotis dengan paham Spilis (Skularisme, Pluralisme dan Liberalisme)
Kembali ke tugas ulama terkini, anda jangan lalai dengan tawaran,
jabatan dan dunia politik yang penuh dengan taktik dan ketidakpastian
(abu2) dari penguasa. Tugas antum adalah meluruskan akiqah dan akhlaq
(moral) umat, pemimpin (umara’) dan termasuk memikirkan bagaimana cara
mengatasi anak/remaja sekarang yang memiliki trens baru “Ngelem” yang
membahayakan masa depan mereka, masyarakat, agama, bangsa dan negara,
yang cenderung membuat mereka aties (tidak kenal Tuhan dan mengakui
adanya Tuhan) akibat kebanggaan mereka sebagai anak punk tanpa
pondamental yang kokoh. Sesungguhnya antum (ulama) adalah pemersatu,
pembimbing, penuntun dan tuntunan umat, bukan menjadi tontonan umat.
Kita perlu memikirkan metode yang pantas, tepat, dan menyenagkan bagi
generasi kita yang merasa bangga sebagai anak punk yang senang dengan
dunia gemerlap (dugem) termasuk ngelem. Kita perlu memikirkan bagaimana
caranya agar generasi/anak2 kita mencintai ilmu dan agamanya dengan
tidak memaksakan konsep/metode pemebelajaran yang kita terima dulu
diterapkan ke mereka, yang membuat mereka bosan dan menjauhi kita. Kita
tidak perlu berdebat dari mashab apa, warna bendera apa dan organisasi
apa kita dilahirkan, selama mashab dan organisasi tersbut tetap
berpegangteguh pada al-Qur’an dan Hadits Shahih (Ahli Sunnah wal
Jama’ah) dia seaqidah dengan kita. Perdebatan tersebut akan membuat kita
lalai menuntun umat/generasi ini sehingga mereka menjauhi kita dan
mereka dimanfaatkan musuh kita untuk menghancurkan kita dari dalam.
Perdebatan itu akan membuat kita terkotak-kotak dan merasa paling benar
tanpa landasan dan dallil yang syar’i. Bukankah perbedaan itu adalah
anugrah Allah? Pada hal ada tugas yang lebih besar dari itu dibanding
berdebat yang tidak ada siapa kalah dan siap yang menang tersebut, yaitu
membina dan menuntut umat/masyarakat ke jalan yang diridhai Tuhannya.
Bang UT yakin, apabila peran dan keterpaduan antara orang tua,
lembaga pendidikan, masyarakat, pemerintah dan ulama di atas disadari
semua pihak, insya Allah tujuan pendidikan dan pembinaan akhlak terhadap
masyarakat/generasi penurus akan terwujud dengan baik. Penyakit
masyarakat (Pekat) seperti pemuda yang ngelem dll akan bisa diatasi
dengan kejasama yang baik, penuh kesadaran tanpa harus megkotak-kotakan
dan menyadari sepenuhnya bahwa tugas mengajar, mendidik dan
membimbing/membina gererasi ini menjadi tanggung jawab kita semua.
Sumber : Ujang Tingang
Credit : Warta Kayong